Selasa, 22 Januari 2013

Dibalik Rumah Tangga (cerpen)


Dibalik Rumah Tangga
Kesetiaan akan mensejahterakan kehidupan berumah tangga, begitu juga dengan keikhlasan dan kesabaran akan membawa keluarga menjadi bahagia dan barokah. Rumah tangga yang baik akan menjadikan hubungan yang harmonis. Jangan ada ingkar dan kebohongan, karena hal itu akan membawa pada keburukan dan kehancuran.
Suatu hari di daerah Curah yang terletak tidak jauh dari pusat keramaian kota. Tidak sedikit pula penduduk yang tinggal di daerah Curah ini, lebih dari 1.500 jiwa yang bertahan hidup di kota kecil yang penuh dengan kegiatan dan aktivitas. Dari sekian banyak ibu rumah tangga bahkan remaja putri yang bekerja menjahit sebuah tas kondangan. Pekerjaan ini tidak menghasilkan keuntungan yang banyak akan tetapi pekerjaan ini dijadikan suatu rutinitas dan untuk mengisi waktu kosong.
Kegiatan di kota kecil itu tidak hanya menjahit, akan tetapi banyak kegiatan-kegiatan yang bisa menjadikan sebuah kesejahteraan, kekompakan, dan saling tolong menolong pada setiap orang. Tidak lupa dalam setiap tahunnya sering kali mengadakan bakti social dan gotong royong untuk menjadiakan sebuah kota kecil yang indah, bersih dan nyaman. Kegiatan rutin ini berjalan dengan lancar dan tidak pernah libur dari kegiatan-kegiatan.
Di setiap waktu liburan dan waktu luang banyak dari kalangan mahasiswa yang menghampiri kota kecil tersebut. Menurut para mahasiswa, kota kecil itu banyak keunikan-keunikan tersendiri sehingga baik untuk di jadikan bahan observasi untuk sebuah penelitian. Kota kecil yang padat dengan penduduk dengan banyaknya aktivitas yang dijalani.
Suatu saat di kota kecil ditemukan dua keluarga sederhana yang hidup dengan rukun dan bisa membaur di masyarakatnya. Banyak perbedaan yang yang terjadi pada dua keluarga ini, mulai dari tingkah laku sehari-hari sampai dengan cara peramutan dalam sebuah keluarga. Diantaranya ada keluarga sederhana dan keluarga mampu dalam hal ekonomi.
****
Disaat ada kegiatan gotong royong yang dilaksanakan oleh penduduk Curah, ada keluarga sederhana dan keluarga mampu yang ikut serta dalam kegiatan itu. Keluarga sederhana yang berisikan lima orang tersebut, diantaranya adalah Bapak Iskan, Ibu Umi dan 3 orang anak.
Kehidupan dari keluarga bapak Iskan ini sedikit ironis karena factor ekonomi yang menghalangi pendidikan keluarga mereka. Pada kegiatan gotong royong ini bapak Iskan sangat bersemangat dalam mengerjakannya. Bapak Iskan yang kesehariannya bekerja sebagai buruh tani di sawah seorang juragan terkaya di kota kecil Curah. Ibu Umi yang bekerja sebagai jasa tukang cuci di daerahnya. Sedangkan ketiga anaknya yang bernama ikhsan kelas 1 SMP, Isna kelas 5 SD, dan Habib kelas 2 SD.
Keluarga bapak Iskan ini sangat berharap untuk ketiga anaknya bisa bersekolah sampai ke perguruan tinggi hingga mudah untuk mencari pekerjaan. Segala upaya dan kerja keras keluarga bapak Iskan saat ini bisa menghidupi keluarga hingga sekarang meski tidak sedikit hutang yang berserakan ditetangganya. Setiap pagi pak Iskan berangkat ke sawah yang akan digarapnya dengan membawa aritnya yang sudah diasah dengan tajam.
Pak Iskan dan Ibu Umi saling membantu satu sama lain, setiap sore mereka duduk berdua dengan gembira masih bisa hidup bersama sampai sekarang ini. Kasih sayang yang diberikan pak Iskan sangat dihargai dengan baik oleh ibu Umi. Ibu Umi adalah seorang istri yang baik dan solikhah. Ibu Umi berhasil menjadi istri yang taat terhadap suami. Setiap perintah dan kewajiban menjadi seorang istri berhasil dikerjakan oleh ibu Umi. Setiap pagi ibu Umi menyajikan teh hangat untuk suami dan anak-anaknya. Dan disetiap pagi pak Iskan tidak pernah lupa menyapa Istrinya dengan kata “istriku yang solikhah, terima kasih atas jamuanmu..”. Dengan senyuman manis sang istripun membalasnya.
Di kemudian hari keluarga bapak Iskan bermain di telaga buatan penduduk Curah yang letaknya tidak jauh dari rumah bapak Iskan. Mereka mengisi waktu luang untuk refreshing sejenak dan melepaskan rasa lelah yang mereka alami. Ketika itu pak Iskan dan keluarga melihat satu keluarga yang juga berkunjung ke telaga tersebut. Tidak diduga ternyata Isna anak pak Iskan adalah temannya Ratna yang sedang bermain di telaga dengan keluarganya juga. Isna meminta izin pada Orang Tuanya untuk menghampiri Ratna. Isna menghampiri Ratna yang sedang duduk sendiri di pojok kiri telaga, dan mengajak Ratna untuk bermain bersama-sama.
Isna bertanya pada Ratna, “hai Ratna, kamu kesini sama siapa?”  Ratna hanya diam saja, kembali lagi Isna bertanya, “Ratna, kamu kesini sama siapa?”. Ratna menjawab dengan lembut dan raut wajahnya yang terlihat kusut, “aku kesini dengan keluargaku, tapi aku tak mau gabung dengan mereka, dari tadi aku perhatikan kamu dan keluargamu yang selalu ceria, bisa bersenda gurau dan aku berharap mempunyai ibu seperti ibumu. Ibumu sangat baik kepada kamu, saudaramu dan pada ayahmu”. Isna kaget mendengar jawaban dari Ratna dan bertanya “apa yang terjadi?, tidakkah kamu bahagia bersama mereka?, yang aku lihat kamu dan keluargamu adalah keluarga yang terlihat bahagia dan sejahtera”.
****
Keluarga Ratna adalah keluarga mampu dibandingkan keluarga bapak Iskan. Ratna salah satu putri dari bapak Setyo dan ibu Iis, dan Ratna mempunyai adik laki-laki yang bernama yusron. Keluarga bapak Setyo ini mempunyai pekerjaan yang biasa tapi bisa menghasilkan pendapatan yang banyak. Dengan kegiatan dagangnya yang selalu menghasilkan banyak keuntungan menjadikan keluarga bapak Setyo ini bisa memenuhi kebutuhan hidup. Sawah-sawah yang luas bisa dimiliki dan dikelola keluarga bapak Setyo dengan baik.
Bapak Setyo sosok yang baik dan bertanggung jawab terhadap anak dan istrinya. Sayangnya, bapak Setyo sejak muda terkena penyakit Lifer yang sampai sekarang belum bisa disembuhkan dengan normal. Setiap mendengar cerita buruk dari tetangga-tetangganya penyakit Pak Setyo ini kambuh. Ratna sering kali sedih melihat penyakit yang diderita Ayahnya ini, bahkan Ratna sering pergi keluar sendiri dan merenung. Pak Setyo tak bisa menahan rasa sedih dan kecewa terhadap istrinya yang suka hura-hura. Kesabaran yang ada pada diri pak Setyo sangat besar dan tidak ada habisnya.
Ibu Iis adalah istri dari pak Setyo, bu Iis sosok yang periang dan sedikit egois. Keegoisan ibu Iis membuat pak Setyo dan kedua anaknya merasa terlantar. Namun, ada sedikit ketulusan yang entah itu benar atau tidak ketika seorang istri meramut suami yang sedang sakit dan membutuhkan kasih sayang. Bu Iis sering pergi ke pasar untuk keperluan usaha dagangnya, setiap ke pasar ibu Iis berangkat pada pukul 11 siang dengan alasan karena pasar sudah sepi dan tidak antri. Semenjak itu, banyak tetangga yang curiga akan tingkah yang dilakukan bu Iis.
Setiap siang bu Iis pergi ke tempat langganannya yang di pasar dengan dandanannya yang menyerupai anak muda layaknya belum menikah. Setelah itu, ada tetangga yang yang melihat ibu Iis sedang bersenda gurau dengan pedagang yang di pasar tersebut. Pedagang tersebut sudah mempunyai istri dan mempunyai 2 orang anak. Ibu Iis dan pedagang sama-sama saling suka dan saling mengagumi. Tetangga ibu Iis yang bernama ibu Yati melihat kedekatan mereka. Ibu Yati kaget dan tidak menyangka bahwa ibu Iis yang terlihat tlaten merawat suami yang sedang sakit hingga sembuh ternyata suka bermain sama lelaki lain. Ibu Iis tidak mengetahui bahwa dirinya telah terlihat hidung belangnya.
Setelah ibu Yati tahu akan sifatnya yang masih seperti anak kecil, ibu Yati langsung menceritakan kejadian yang dilihatnya kepada kerabat-kerabat dekatnya. Saat itu juga saudara-saudara dan keluarga dekatnya pak Setyo sepakat untuk menyembunyikan hal ini, semua saudara dan keluarga dekatnya tidak ingin pak Setyo kembali sakit gara-gara istrinya. Akan tetapi, tidak lama kemudian rahasia ini terbongkar dan sudah didengar pak Setyo sendiri. Pada saat itu juga pak Setyo mencoba untuk menerima dan mempersilahkan seorang istri untuk berhubungan dengan orang lain dengan sah. Pak setyo kembali sakit dan dirawat di rumah sakit. Tubuh pak Setyo semakin habis, kurus dengan perut yang buncit.
****
Keluarga pak Setyo terlihat hancur karena seorang istri yang kurang taat terhadap suami. Ratna dan adiknya merasa tidak bisa mempunyai keluarga yang utuh, mereka tidak bisa berbuat apa-apa karena masih cukup kecil untuk mencampuri urusan Orang Tua mereka. Ibu Iis masih saja terlihat keegoisannya meskipun sudah terlihat kedoknya. Ketaatan dan kesetiaan yang diberikan seorang istri hanyalah bohong. Ibu Iis tidak berhasil menjadi seorang istri yang taat dan patuh pada perintah suami. Ibu Iis sering meminta uang kepada pak Setyo, ibu Iis sulit mengeluarkan uang untuk pengobatan Suaminya. Seolah-olah ibu Iis adalah penguasa di keluarga pak Setyo.
-***-

Keluarga adalah segerombolan orang yang sudah mendapatkan tali ikatan dengan disetujui oleh agama dan hukum. Allah telah menciptakan manusia dengan berpasang-pasangan. Dari berpasang-pasangan tersebut bisa menjadi keluarga yang menyatu. (IAP)

Jumat, 18 Januari 2013

Tiga Darah (cerpen)


TIGA DARAH
Menjadi yang terbaik dan bisa bekerja dengan professional adalah impian setiap manusia. Setiap perpisahan pasti ada sebuah pertemuan yang manis. Cinta akan selalu menumbuhkan kejujuran dan kepercayaan. Hawa nafsu akan menumbuhkan kebohongan dan penyesalan yang tiada hentinya.
Keluarga kecil yang hidup ditengah kota metropolitan. Satu ibu dan tiga orang anak yang sedang mengahadapi kejamnya kehidupan di dunia. Sang ibunda yang bernama Hastutik dengan tulus membesarkan anaknya yang bernama Reni, Deni, dan Rendra. Dari kecil mereka menjadi anak yatim, sang ibunda dengan sabar menghidupi anaknya sampai mereka menginjakkan kakimya di bangku SD. Ketika Rina anak yang paling kecil berusia 7 tahun, ibunda meninggal dunia karena sakit paru-paru yang dideritanya. Sebelum ibunda meninggal dunia, beliau berkata pada ketiga anaknya “ Nak, setelah bunda nanti meninggal kalian harus tetap menjaga persaudaraan kalian sampai kapanpun. Janganlah kalian bertengkar hanya karena urusan dunia, Rendra jagalah adik-adikmu.” Pesan singkat yang telah diucapkan untuk ketiga anaknya ini sangat diterima baik oleh mereka. Kini, mereka bertiga hidup bersama-sama di rumah yang sempit dekat sungai.
Mereka bertiga bingung bagaimana cara untuk mencari makan dan biaya sekolah. Tidak lama kemudian ada preman jalan yang menghampiri ketiga anak tersebut dengan berkata: “ hei, kenapa disini? Kalian cari uang sana, jangan diam saja karena hari ini dan selanjutnya kalian harus setor uang ke kami.” Dengan wajah ketakutan mereka bertiga berkata: “untuk apa kami setor uang ke kalian, bukankah kalian sudah bisa mencari uang sendiri?”. Sang preman pun marah dan memaksa mereka bertiga untuk segera mencari uang yang banyak. Akhirnya, mereka bertiga berangkat untuk mencari uang dengan cara mengamen di jalanan.
Setiap pagi, siang dan sore mereka bertiga mengamen di setiap sudut jalan. Mereka bertiga meninggalkan pendidikannya karena tidak bisa membayar biaya sekolah. Syair lagu yang setiap hari diucapkan sangatlah bermakna bagi hidup mereka bertiga. Sehari mereka mendpatkan uang 30 ribu dari penghasilan muk engamennya. Mereka tidak bisa menikmati hasil kerja kerasnya karena semua hasil ngamennya harus disetorkan pada preman-preman jalanan itu.
****
Setelah tiga minggu, mereka bertiga memutuskan untuk kabur dari preman-preman yang telah menelantarkan mereka. Dari perbincangan ketiga saudara tersebut, memutuskan untuk pergi ke panti asuhan demi kejelasan hidup mereka. Ketika sampai disuatu Panti Asuhan Al-Husna, mereka bertiga ragu untuk masuk ke dalam. Mereka terdiam di depan Panti Asuhan tersebut dan sepuluh menit kemudian ada ibu-ibu yang keluar dari Panti Asuhan tersebut. Ibu itu bertanya pada mereka bertiga: “ Ada yang bisa Ibu bantu dek?, ibu kerja di Panti Asuhan Al-Husna ini, jadi kalian jangan takut”. Rendra menjawab: “ Begini Bu, kami bertiga ingin tinggal di Panti Asuhan ini karena kami sudah tidak mempunyai orang tua. Sudah satu bulan kami tidak mengikuti pelajaran di Sekolah.” Setelah mereka bertiga menceritakan semua kebenarannya, Ibu itu mempersilahkan masuk mereka bertiga. Dengan sangat bahagia mereka bertiga merasa lega karena sudah tidak terikat dengan preman-preman.
Akhirnya mereka bertiga diperbolehkan tinggal di Panti Asuhan Al-Husna dan mereka bisa bersekolah kembali. Perasaan senang memberikan kedamaian dalam hidup mereka dan mengingatkan mereka pada perjuangan kedua orang tuanya. Kerinduan akan belaian dan kasih sayang orang tua kembali menghampiri mereka. Dalam setiap sujudnya mereka selalu berdoa agar kedua orang tua mereka berada dalam kehidupan yang layak. Rina, Deni, dan Rendra berharap kelak nanti menjadi orang-orang yang sukses dan selalu kompak bersama saudara-saudaranya.
Mereka bertiga mempunyai mimpi yang berbeda-beda. Ketika mereka bertiga berbincang-bincang, tidak sengaja Reni mengungkapkan mimpinya yang begitu tinggi. Reni mempunyai mimpi ketika dewasa nanti Dia ingin menjadi pengusaha dan penyanyi. Sedangkan Deni juga mengungkapkan apa yang ada dalam mimpinya yaitu ingin menjadi Polisi yang bisa bekerja secara professional. Rendra yang keras kepala itu ingin menjadi orang kaya yang bisa membahagiakan kedua adiknya. Dengan cara apapun Rendra akan terus berusaha demi keluarganya yang kurang mampu. Mereka bertiga sama-sama mempunyai keinginan yang kuat. Mereka bersama-sama semangat untuk belajar dan berusaha demi tercapainya cita-cita. 
Setelah mereka asyik ngobrol, tiba-tiba Rendra dan Deni bertengkar karena mereka berdua sangat berambisi besar untuk meraih mimpinya. Rendra pun tidak terima karena Deni mengejek Rendra yang keras kepala dan males. Mereka berdua berantem di depan Reni adik mereka. Reni mencoba untuk melerainya, tapi Reni tidak berhasil karena Reni masih terlalu kecil dan pada saat itu Reni terkena hantaman Rendra. Reni menangis dan berkata: “ Kalian sudah besar, kenapa kalian berantem. Kita ini saudara, kita harus ingat dengan pesan Orang Tua kita yang sudah meninggalkan kita”. Kemudian Reni diam sambil meneteskan air mata kekecewaan.
****
Setelah beberapa saat kemudian, Reni meninggalkan kedua kakaknya yang sudah mengecewakan Reni. Reni pergi dari Panti Asuhan, pada akhirnya semua pengurus, Rendra dan Deni khuwatir karena Reni sampai malam belum juga kembali ke Panti. Mereka bingung mau mencari Reni kemana, kedua saudara Reni berinisiatif untuk melaporkan ke Kantor Polisi atas menghilangnya Reni.
Mereka berdua menyesal karena sudah membuat Reni kecewa dengan sikapnya. Akhirnya mereka berdua memutuskan untuk pergi dari Panti Asuhan Al-Husna. Mereka pamit pada pengurus Panti dan akhirnya mereka diizinkan untuk meninggalkan Panti tersebut. Mereka berharap agar segera bertemu dengan Reni. Mereka sangat menyayangi adik mereka karena orang Tua mereka berharap agar mereka bisa menjaga adik-adiknya.
Ketika diperjalanan mereka kembali cekcok dan menyalahkan satu sama lain. Rendra terus-terusan menyalahkan Deni, begitupun sebaliknya Deni juga menyalahkan Rendra karena sikapnya yang keras dan tidak bisa menahan luapan emosinya. Akhirnya, mereka berdua berpisah dan tidak bersama-sama lagi mencari Reni. Rendra melangkahkan kainya dengan sangat emosi karena merasa hidup saudara-saudaranya sudah berantakan. Deni sangat kecewa terhadap Rendra. Mereka berjalan dengan berbeda arah, Reni, Deni, dan Rendra berfikir “akankah mereka akan kembali bersama-sama lagi seperti dulu?”.
****
Kehidupan yang indah akan terukir setelah beberapa waktu yang lalu mengalami keruntuhan sifat egois yang telah menyiksa. Membutuhkan suatu perjuangan yang begitu besar agar tercipta suasana yang indah dan harmonis. Tetesan air mata kekecewaan akan menjadi tetesan air mata kebahagiaan. Yakinlah pada hal itu karena kebahagiaan akan selalu menjadi rencana Tuhan ketika ada di suatu kehidupan.
Sepuluh tahun kemudian Reni menginjak usia 19 tahun, Reni telah menyelesaikan sekolahnya sampai SMA dan selama itu dia tinggal di Panti Asuhan Dharma. Reni bekerja sebagai penyanyi di salah satu Restaurant yang terkenal di Jakarta selama satu tahun. Setelah Rani mendapatkan modal, Rani membuka usaha kafe yang lumayan rame pengunjungnya. Keinginan Rani sebagai pengusaha dan penyanyi sudah mulai hadir didepan mata. Reni berharap segera bertemu dengan kedua saudaranya.
Semakin hari kafe Reni rame dengan pengunjung apa lagi kalau hari sabtu malam. Setiap sabtu malam Reni menyanyi di kafenya, dengan indah Reni menyanyikan lagu yang indah dan penuh kerinduan. “saat aku tertawa di atas semua, saat aku menangisi kesedihanku, aku ingin engkau selalu ada, aku ingin engkau aku kenal, selama aku masih bisa bernafas, masih sanggup berjalan, kukan selalu memujamu, meski kutak tau lagi, engkau ada dimana, dengarkan aku kumerindukanmu.” Sebuah lirik lagu yang bisa menenangkan hati karena selalu ingat pada-Nya.
Tepat pukul 11.45 malam, ada cowok yang mabuk berat hingga tertidur disalah satu meja kafe. Setelah Reni selesai bernyanyi, Reni menghampiri cowok tersebut dan mencoba untuk bicara dengannya. Kemudian cowok itu kaget dengan berkata “ Siapa kamu?”, cowok itu kelihatan ketakutan. Reni menatap mata cowok itu cukup lama dan merasa ada yang berbeda dari cowok tersebut. Cowok itu semakin ketakutan karena mengira bahwa Reni adalah intel yang akan memberantas Bandar narkoba. Akhirnya cowok itu pergi meninggalkan Reni yang terdiam saat melihat dia.
Tak sengaja Reni melihat kalung yang melingkar dileher cowok itu. Dengan sadar Reni mengejar cowok tersebut dengan berkata “ Hei, aku Reni, aku ingin tau siapa namamu. Jangan takut, aku bukan polisi”. Cowok itu terhenti dan menoleh ke Reni. Cowok tersebut mengatakan dengan jujur bahwa dirinya adalah Bandar narkoba yang dicari polisi. Reni meneteskan air mata dan mengeluarkan kalung yang sama dengan kalung cowok tersebut. Cowok tersebut tidak menyangka bahwasannya cewek yang menghampirinya juga mempunyai kalung yang sama dengan kalungnya. Akhirnya Reni menyadari bahwa cowok yang ada didepannya adalah kakanya yang bernama Rendra. Begitupun sebaliknya, Rendra sadar bahwa cewek yang ada didepannya adalah adik kandungnya sendiri. Mereka saling berpelukan untuk melepaskan kerinduan yang mendalam.
Kebahagiaan yang disertai tetesan air mata mereka. Mereka tidak menyangka akhirnya bisa bertemu dan berkumpul kembali. Reni mengajak Rendra pulang kerumahnya. Setelah mereka sampai di rumah Reni, Rendra menceritakan semua yang terjadi pada dirinya dan adiknya yang bernama Deni. Rendra menyesali perbuatannya karena sudah membuat Deni pergi jauh dari dirinya. Rendra juga mengakui bahwa dirinya sudah mengkonsumsi narkoba semenjak berpisah dengan saudara-saudaranya. Reni terdiam ketika mendengar semua cerita yang telah dialami kakaknya.
Esok harinya, ada beberapa polisi yang mengharmpiri rumah Reni karena salah satu temannya Rendra yang tertangkap menyatakan bahwa Rendra dibawa seseorang cewek ke rumahnya, dan cewek tersebut adalah pemilik kafe. Ketika polisi sudah mengepung rumah Reni, Rendra sangat ketakutan dan dia tidak ingin masuk penjara. Reni berjanji pada kakaknya, bahwa Reni akan melindungi kakaknya dari polisi. Kini polisi sudah masuk dalam rumah dan melihat Rendra yang berada disamping Reni. Komandan polisi tersebut kaget setelah melihat Reni yang melindungi Rendra.
Pada saat itu Reni sudah mengenal komandan Polisi yang sudah pernah menolongnya dari perampok. Reni berteriak pada komandan agar tidak menangkap kakaknya itu karena kakaknya sudah sadar dan mau berhenti dari jeratan narkoba. Komandan polisi itu kaget setelah melihat kalung yang melingkar di leher Rendra dan Reni. Komandan merasa bahwa mereka adalah saudaranya yang menghilang. Setelah terdiam sejenak komandan mencoba untuk mengeluarkan kalung yang melingkar dilehernya dan ternyata kalung itu sama. Rendra dan Reni pun ikut kaget setelah melihat kalung komandan tersebut. meka menyadari bahwa diantara mereka adalah satu keluarga yang sudah lama berpisah.
Komandan tidak akan melepaskan penjahat kaarena komandan ingin bekerja dengan professional. Polisi-polisi itu sudah memenuhi rumah Reni dan akan menangkap Rendra. Rendra tidak ingin masuk penjara dan akhirnya Rendra memutuskan untuk lari dari polisi-polisi itu. Setelah Rendra lari, peluru yang ada ditangan polisi itu akhirnya menembus pada kaki Rendra. Polisi itu menghampiri Rendra dan minta maaf karena sudah melukainnya. Polisi itu berkata sambil meneteskan air mata “Kak, maafkan aku karena sudah melukai kakimu. Aku Deni adikmu, aku punya kalung yang sama sepertimu, kalung ini adalah kalung yang diberikan ibu ketika kita masih kecil”. Akhirnya Rendra mau menyerah pada polisi-polisi itu dan bersedia untuk menerima hukuman.
Mereka bertiga bahagia karena sudah bisa berkumpul lagi. Mereka bertiga berjanji tidak akan mengulangi kejadian-kejadian yang mereka alami. Hari berganti, mereka pun mulai menghadapi kehidupan yang selanjutnya. Mereka saling mendukung demi tercapainya keinginan yang selama ini mereka impikan.